Senin, 23 Mei 2011

Pengembara

Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dari negeri seberang, namanya Umar, dia berpikir alangkah indah negeri ini, dengan keindahan ciptaan Tuhan yang tak ternilai harganya. Di lain pihak ada seorang lokal yang bekerja di sebuah perusahaan swasta terkenal, namanya Arif.

Pada pagi itu, kebetulan mereka bertemu di jalan. Mereka diam, karena merasa asing satu sama lain. Lalu, selang beberapa saat, akhirnya mereka mencoba untuk bercakap-cakap.

“Assalamu’alaikum...!”, sapa Arif.

“Wa’alaikum salam”, Umar menjawab dengan singkat, seolah-olah masih kikuk untuk berbincang dengan orang yang baru saja dilihatnya.

“Boleh kenal? Nama saya Arif, Anda siapa dan dariana? Karena kelihatannya anda tidak mengenal daerah ini...”, lanjut Arif untuk membuka pertanyaan.

“Saya dari Brunei, nama saya Umar, saya baru saja datang ke sini, indah nian negeri anda, Arif...!”, Umar menjawab dengan sopan.

Tanpa terasa mereka sudah menjadi akrab. Umar bertanya pada Arif sebelum kelokan ke kantor Arif, “Apakah Anda senang dengan negeri Anda ini?”

“Tidak!”, jawab Arif dengan singkat.

Umar kaget dengan jawaban Arif, ada apa gerangan dengan negeri ini? Pertanyaan tersebut berkutat di kepala Umar, yang memunculkan sebuah pertanyaan, “Kenapa Anda tidak suka dengan negeri ini?, padahal semua sudah tersedia disini!”.

“Aku tidak suka dengan negeri ini bukan karena aku tidak menyukainya, tetapi aku tidak suka pada sistem yang ada, serta pemimpin yang selalu mencari keuntungan pribadi semata, sehingga diriku ini bagai kembara di rumah sendiri, apakah itu menyenangkan saudaraku?”, jawab Arif.

“Ini semua adalah sebuah kesalahan yang dilakukan secara berkelompok, dimana ada mafia yang saling melindungi kesalahan mereka, keadilan sudah tidak ada, keuangan yang maha kuasa dan semua itu sangat membingungkan hidupku, mungkin inilah yang membuat diriku menjadi asing di dalamnya!”, lanjut Arif menambahi. Setiba dikelokan, Arifpun berpamitan untuk segera masuk ke kantornya.

Sepeninggal Arif, Umar berpikir keras atas penjelasan Arif tadi, dia lalu mencoba mengambil kesimpulan dari percakapannya dengan Arif, bahwa dinegeri ini masih banyak orang yang tidak mengenal negerinya sendiri, merasa terasing di kerumunan dan merasa berada dikerumunan orang-orang terasing.

“Sungguh aneh, mengapa bisa demikian ya?”, tanya Umar dalam hati. Lalu dia dengar suara Adzan Magrib, iapun pergi ke masjid, setelah selesai shalat magrib ternyata ada pengajian kultum, yang menerangkan salah satu hadits ‘Arbain, hadits terakhir. Ustad yang memberikan pengajian itu berkata, “Saudaraku seiman, dalam hadits ‘Arbain, jadilah kamu sekalian seorang pengembara didunia, saya akan membacakan hadits ke empatpuluh yang artinya Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda : Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “, Ibnu Umar berkata : Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu “ (Riwayat Bukhori)”.

Setelah kultum selesai, Umar berpikir apakah Arif masuk kedalam pengembara di dunia seperti yang diterangkan Ustad?, ataukah Arif hanya merasa tidak puas akan kejadian dinegeri ini, ataukah..................

Karena capek, setelah shalat Isya, Umarpun akhirnya tertidur pulas dengan menyimpan sejuta pertanyaan, yang mungkin dapat pembaca jawab sendiri apa yang terjadi pada Arif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...