Selasa, 03 Juli 2012

Jas Merah Part III (End Session)

Setelah pertemuan tak sengaja di Malioboro, ternyata kebolehjadian dalam sebuah peluang itu memang bagaikan sebuah keping mata uang, dimana 50% bertemu dan 50% tidak.
Tidak disangka, Tejo yang seorang konsultan tata ruang kota bertemu lagi di sebuah acara di Rapat Dewan kota bengawan dengan Rina yang ternyata seorang akuntan publik yang keduanya sedang dikontrak oleh kota Bengawan dalam pengembangan wilayahnya.
Tepat di depan gedung dewan, dengan mengendarai BMW, melintas Rina untuk menghadiri rapat. Disana aku, Tejo berdiri di samping Landcruiserku yang setia menemani kemanapun aku pergi. Tepat jam 9, kami semua masuk ke ruang rapat dengan penuh harapan rapat akan berjalan sukses dan tidak berbelit-belit.
"Assalamu'alaikum Wr.Wb.", terdengar suara pimpinan rapat mulai membuka acara. Setelah itu draft-draft pengembangan dikemukakan dengan mendengarkan pendapatku sebagai konsultan tata ruang dan juga Rina sebagai akuntan publik. Di dalam rapat itu, kami mulai terlibat silang pendapat, karena itu wajar dan kamipun seoah-olah tidak saling mengenal, karena memang kami harus profesional.
"Yang terhormat Bp. Tejo, apa pendapat Anda tentang tata ruang kota ini? Apakah ada yang perlu diperbaiki?", tanya ketua rapat kepadaku.
"Terimakasih yang mulia, menurut pendapat kami, sebenarnya kota ini masih memerlukan perbaikan terutama kurangnya ruang hijau untuk nafas kota ini, juga sangat perlu dibangun pengolahan sampah terpadu, karena perkembangan kota pasti akan banyak menghasilkan sampah.............dst...", jawabku.
"Terimakasih, sekarang bagaimana dengan anggaran yang harus dikelola dan disiapkan utuk itu semua?", tanya pimpinan rapat lagi.
"Kalau itu kami harus menghitung dengan tetap mengutamakan prioritas yang harus diselesaikan yang mulia, hal itu pastinya juga akan berhubungan dengan anggaran yang ada dan sumber keuangan kota ini", jawabku lagi.
"Ibu Rina, bagaimana dengan audit yang Anda lakukan?", tanya Pimpinan rapat.
"Menurut perhitungan kami, keuangan yang ada belum memungkinkan dibangunnya sarana itu, karena PAD kita masih sangat kurang, jadi mungkin ini sementara ditangguhkan dulu yang mulia", jawab Rina dengan gamblang.
Dengan melihat itu, maka pimpinan rapat dewan memutuskanuntuk skorsing sidang selama 2 hari untuk menghitung anggaran yang pas.
Selesai rapat siang itu, kami yang memang dari tadi bersikap seolah-olah tidak tahu dan tidak saling mengenal akhirnya bertegur sapa.
"Hai Rin...", tegurku, "Tak disangka ya.. kita bertemu lagi disini....".
"Iya ya Jo, aku tadi aja kaget begitu melihat kamu disini.....", jawab Rina dengan bersemangat.
"Kamu menginap dimana Rin?", tanyaku.
"Aku di rumah kerabatku yang tidak jauh dari sini Jo, tempat adikku, ingatkan si Virna itu?", tanya Rina
"Oh... iya, Virna.... aku ingat, kalau aku sekarang di Novotel Rin", jawabku sembari memberitahu tempatku menginap.
"Main yuk ke tempat adikku, kebetulan Papa-Mamaku juga ada disana, juga dengan anakku", ajak Rina.
"Ok...", jawabku singkat.
 Akhirnya kamipun meluncur ke rumah Virna, sebenarnya aku takut kesana, karena memang Mama dari Rina tahu aku punya masa lalu dengan Rina, begitu juga dengan Virna, ketakutanku itu adalah jika dikira aku akan mengganggu rumahtangga Rina sebagai orang ketiga, walau sebenarnya Iya. Tetapi karena rasa cintaku kepada Rina, akhirnya akupun mengikutinya.
Sesampai di rumah Virna, akupun bertemu dengan Papa dan Mama Rina, juga dengan Virna dan anaknya, Robert juga kedua anak Rina. Disana aku canggung pada awalnya, tetapi akhirnya kecanggunganku itu hilang begitu mengobrol dengan papa Rina, Probo. Beliau ternyata tidak mempermasalahkan status Rina yang sudah berkeluarga yang didatangi oleh laki-laki yang bukan suami Rina.
Setelah panjanglebar kami mengobrol, akhirnya Rina memberi kode aku untuk keluar bareng ke Manahan, dimana sang anak bungsu menginginkan naik Bendi disana.
Aku paham kode itu, yang akhirnya akupun berpamitan pada Ortu Rina dengan mengajak si bungsu. Sesampai di Manahan, kami akhirnya naik satu Bendi.. di atas Bendi itu aku melepaskan kangenku pada Rina dengan menciumi rambutnya yang wangi, yang hitam terurai. Seolah kerinduanku itu sudah terobati oleh wangi tubuh Rina waktu itu. Rina hanya mengikutinya dengan sesekali melirikku.
Ditengah perjalanan naik bendi, kami menyempatkan diri bercanda untuk melepaskan kepenatan sehabis rapat tadi.
Selepas naik Bendi, kami mencoba merasakan masakan soto di Kota Bengawan ini dengan menikmatinya di warung lesehan. Disanalah kami melepas kerinduan kami tanpa ucapan yang keluar, karena kami memang sudah mengetahui kerinduan masing-masing, diselingi dengan candaan si bungsu yang masih kecil.
Permainan balon yang sudah dibelipun dimainkan dengan asyiknya, maklum anak kecil, tumpah dimana-mana. Bahkan kamipun harus merasakan gelembung sabun dalam soto kami. Sepuas bermain dan bercengkerama, kamipun memutuskan kembali ke rumah Virna. Ditengah perjalanan kamipun berbincang dengan asyik, dan akupun berucap, maaf ya Rin.... besok lagi kalau aku diminta datang bertemu ortumu lagi, aku takut... karena aku takut kalau nanti aku dan kamu akan mngalami hal yang buruk dan kita dianggap sebagai orang yang salah", kataku.
"Benar juga, aku juga merasakan hal yang sama, tidak masalah Jo..", sahutnya lirih tanda setuju.
"Tetapi aku berjani Rin... pasti kita akan bertemu lagi dengan keadaan yang berbeda, yang lebih santai dan kita bisa saling melepaskan rindu kita", tandasku.
"Pasti Jo... pasti kita akan bertemu lagi", sahutnya.
Sesampai di rumah Virna, akupun segera berpamitan ke orangtua Rina untuk segera beristirahat di penginapanku. Selamat jalan Rina, aku akan selalu mengingat dan mencintaimu.... dan kuharap kamupun akan selalu memelihara rasa cintamu itu....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...