Kamis, 28 Juni 2012

Jas Merah Part II



Dua tahun sudah setelah aku terakhir kali bertemu dengan Elle Rina  -yang lebih sering ku panggil Rina- di Blitar, secara kebetulan kami bertemu kembali di Bandara Adisucipto Jogja. Aku, Tejo, terakhir kali bertemu dengan Rina saat acara PORDA di Blitar. Kalau dihitung mundur lagi, sewaktu di Blitar kami sudah tidak bertemu selama 8 tahun, berarti saat ini sudah 10 tahun sejak perpisahan dan ini adalah pertemuan yang kedua.
Aku masih teringat sewaktu bertemu dengan Rina waktu itu, dia masih cantik dengan dua buah hati yang cantik , Aura dan Aulia, serta sang suami, Sony yang gagah juga. Waktu itu muncul perasaan aneh dalam diriku, yang selalu menjadi sebuah rahasia, kenapa rasa itu muncul lagi? Kenangan indah bersama Rina, Salahkah?

Saat ketidaksengajaan bertemu itu, kami bertatap mata dan kaget bercampur gembira.
“Rin, benarkan Rina”, tanyaku tak percaya begitu melihat Rina yang masih terlihat sangat cantik bagiku.
“Tejo?”, tanya Rina begitu kagetnya, seolah tak percaya mereka dipertemukan lagi.
“Iya, aku Tejo”, jawabku, “Apa kabar Rin?”, sahutku lagi
“Alhamdulillah baik, kamu sendiri?”, sahut Rina dengan mata berbinar-binar, menandakan kebahagiaan yang dalam.
“Alhamdulillah baik juga, eh, omong-omong mau kemana nih kok sampai Jogja?”, tanyaku mengawali pembicaraan.
“Ini mo ke Hotel Ina Garuda, sebelah Malioboro, ada rapat disana”, jawab Rina. “Kalau kamu Jo?”, tanya Rina memastikan.
“Aku mau ke Kraton Jogja, menginap di Seraton, ada pertemuan dengan sejumlah pejabat keraton”, jawab Tejo.
“Kebetulan, sore ini aku tidak ada acara, bagaimana kalau kita jalan-jalan aja dulu di Malioboro Rin?”, tanyaku pada Rina.
Rina mengangguk tanda setuju.
Setelah perlengkapan kami masukkan ke hotel yang dituju, kamipun akhirnya bertemu di Malioboro jam 3 sore hari itu juga. Kami berbicara tentang keluarga masing-masing, pengalaman kerja masing-masing dan suka duka dalam perjalanan hidup masing-masing. Tak terasa, sang cacing dalam perut berteriak, “Hei manusia, kasihani kami dong?, dah tidak ada jatah yang bisa kami makan nih”.
Tejo akhirnya mengajak Rina untuk bersantap sebentar di Malioboro dengan mencari warung lesehan. Disana kami bercerita dengan asyik tanpa menyadari datangnya seorang pengamen dengan alunan musik dari gitar dan syair dari mulut kecilnya, “Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu..”, lagu dari Kla-Project yang terkenal, berjudul Yogyakarta.
Di lesehan itu aku membuka pertanyaan lagi untuk menghilangkan kesunyian, “Rin, berangkat dari Blitar jam berapa tadi?”, tanyaku.
“Aku berangkat sekitar jam 10, kalau kamu dari Kertosono berangkat jam berapa?”, tanyanya.
“Aku berangkat jam 9 tadi, maklum aku kan jauh di desa, he he he”, jawabku sambil bercanda dan akhirnya keakraban kami terbentuk lagi. Rina mencubitku kemudian menggandeng dan meremas jariku. Aku bingung dan mengikuti apa yang dia lakukan saja, dalam hatiku semakin berdebar, karena rasa itu muncul lagi, tetapi kali ini Rina lebih mengekspresikan perasaannya padaku.
Karena penasaran akan perasaan itu, akupun mencoba mengikuti aliran ini dengan santai, mencoba untuk tidak merasa tertekan. Dari kebingunganku itu, maka aku mencoba untuk memberanikan diri bertanya pada Rina,
“Rin, boleh aku bertanya padamu?”, tanyaku
“Boleh saja, apa sayang?”, jawab Rina dengan cepat.
Ampun... kata itu semakin memantapkan hati Tejo untuk bertanya, “Gini Rin, Aku tadi sempat bingunng, aku kaget ketikakamu pegang jemari tanganku, kalau boleh tahu apa alasanmu meremas jariku tadi?”, tanyaku –SOK JAIM- agar semua jelas.
“Aku.... kenapa ya? Tadi mengalir begitu saja, tidak tahu kenapa aku kok langung ingin bermanja denganmu ya? Terus terang aku sangat rindu akan candamu, karena kamulah orang yang bisa membuat hidupku ceria dengan membuatku selalu tersenyum”, jawab Rina dengan lugas.
Aku tidak mengira jawaban Rina seperti itu, dalam hati aku berucap, terimakasih ya Tuhan, ternyata selama ini aku masih mempunyai seseorang yang mencintaiku dengan ketulusan hati, sebagaimana aku mencintai orang itu dengan sepenuh hati juga.
Rina lalu mencoba meyakinkan hatinya, apakah dia tidak salah dalam mengambil sikap seperti itu padaku. “Jo, bolehkah aku bertanya sesuatu?”, tanyanya.
“Apa Rin sayang?”, akupun memberanikan diri memanggilnya sayang. Saat itu tampak raut muka berbinar dari wajah Rina, yang seolah menggambarkan bahwa dia sudah tahu akan jawaban yang akan diberikan Tejo.
“Apakah kamu mempunyai perasaan yang sama padaku, karena aku sangat sayang, bahkan cinta padamu sehingga aku sangat merindukanmu, Bagaimana Jo?”, tanya Rina.
Aku bingung menjawabnya, tetapi akhirnya aku memberanikan diri mengungkapkan itu, “Ya”, jawabku singkat dan dengan raut muka yang sangat serius. Senyumpun mengembang dari mulut Rina yang sangat terasa manis buatku waktu itu, yang mengingatkanku akan kenangan 10 tahun yang lalu.
Selepas makan, kami akhirnya melanjutkan jalan-jalan di Malioboro dengan melihat lapak dagangan kaki lima, dengan segala pernak pernik berbau Jogja dengan bergandengan tangan, kadang sesekali aku peluk dia dengan kasih sayang, dan kamipun sangat bahagia saat itu.
Sampai tak terasa kami melalui sore itu sampai setengah 6 sore, yang memaksa kami untuk berpisah karena jam 7 nanti aku ada meeting dengan pihak keluarga keraton Jogja, dan Rinapun ada jadwal rapat. Akhirnya kamipun berpisah di Malioboro, dengan ciuman di kening Rina, akupun berucap, selamat tinggal sayang, suatu saat kita akan bertemu lagi.
Rina berucap, "Tejo, DEPIL.... "Dan Elle Pol In Lop" padamu, selamat berpisah, pasti kita bertemu lagi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...