Selasa, 31 Juli 2012

Tejo dan Syeh Ja'far


Suatu ketika, di pinggir hutan, tinggallah seorang tua yang bijak, namanya Syeh Ja’far. Orang-orang desa mengenalnya sebagai sosok yang baik hati. Pondoknya sering menjadi tempat berkunjung bagi yang membutuhkan bantuan. Makanan, minuman, obat-obatan dan seringkali nasehat-nasehat, kerap dihasilkan dari dalam pondok itu.

Ketenangan dan keasrian selalu menyertai sekitar lingkungannya. Hingga pada suatu hari, terdengar teriakan lantang dari luar, "Ajarkan aku tentang kehidupan!!". Ah, rupanya, ada seorang anak muda yang datang dengan tergesa-gesa, namanya Tejo. "Aku adalah pengelana, yang telah berjalan jauh dari ujung-ujung buana. Telah ribuan tempat kujelajahi dan telah ribuan jengkal kususuri. Namun, aku tetap tak puas, ajarkanlah aku tentang kehidupan." Begitu teriak Tejo.

Terdengar sahutan dari dalam. "Jika kau memintaku mengajari tentang kehidupan, maka, akan ku ajari engkau tentang perjalanan" Syeh Ja’far keluar dari pondok, dengan tongkat di tangannya. Ia lalu menghampiri Tejo yang masih tampak tergesa itu, dan mengajaknya berjalan beriringan.

Lama mereka berjalan melintasi hutan. Namun, Syeh Ja’far belum mengucapkan sepatah katapun. Tak ada ujaran lewat mulut yang disampaikannya. Hanya, setiap mereka menemui sebuah pohon besar, Syeh Ja’far selalu menunduk,  menarik nafas panjang dan lalu menorehkan tanda silang di setiap batang pohon. Terus, begitu lah yang di lakukan Syeh Ja’far setiap kali menemukan pohon besar: sebuah tundukan kepala, tarikan nafas panjang, dan torehan silang di batang pohon.

Sudah setengah harian mereka berjalan. Tejopun mulai resah. Ia masih belum bisa mengerti apa maksud semua ini. Sampai akhirnya, mereka menjumpai telaga, dan memutuskan istirahat disana. Terlontarlah pertanyaan yang telah lama di simpannya, "Wahai orang tua, ajarkan aku tentang kehidupan!.

Syeh Ja’far sudah bisa membaca keadaan ini. Sambil membasuh mukanya dengan air telaga, ia berujar. "Anak muda, kehidupan, adalah layaknya sebuah perjalanan. Kenyataan itu, akan mempertemukan kita dengan banyak harapan dan keinginan. Kehidupan, akan selalu berjalan dan berjalan, berputar, hingga mungkin kita akan tak paham, mana ujung dan pangkalnya. 

"Namun, belajar tentang kehidupan, adalah juga belajar untuk menciptakan tanda-tanda pemberhentian. Belajar untuk membuat halte-halte dalam hidup kita. Sejenak, berhentilah. Renungkan perjalanan yang telah kau lalui. Siapkan persimpangan-persimpangan dalam hidupmu agar dapat membuatmu kembali menentukan arah perjalanan. "

"Pohon-pohon tadi, adalah sebuah prasasti, dan penanda buatmu dalam berjalan. Mereka semua akan menjadi pengingat betapa lelah kaki-kaki ini telah melangkah. Mereka semua akan menjadi pengingat, tentang jalan-jalan yang telah kita lalui. Pohon-pohon itu menjadi kawan yang karib tentang kenangan-kenangan yang telah lalu. Biarkan mereka menjadi penolongmu saat kau kehilangan arah. "

"Dan, anak muda, cobalah beberapa saat untuk berhenti. Sejenak, aturlah nafasmu, tariklah lebih dalam, pandang jauh ke belakang, ke arah ujung-ujung jejak yang kau lalui. Biarkan semuanya beristirahat. Sebab, sekali lagi, belajar tentang kehidupan, adalah juga belajar tentang menciptakan pemberhentian.

Tejo tercengang, kemudian dia mencoba merenungi kata-kata Syeh Ja’far dengan hati-hati, kemudian Tejopun menyesali tindakannya selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...