Sabtu, 07 April 2012

Kisah Samir dan Iskan


Dua laki-laki bersaudara (Samir dan Iskan) bekerja di sebuah pabrik kecap dan sama-sama belajar agama Islam untuk sama-sama mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari semaksimal mungkin. Mereka berjalan kaki mengaji kerumah gurunya yang jaraknya sekitar 10 KM dari rumah peninggalan orangtua mereka.

Suatu ketika sang kakak, Samir berdo'a memohon rezeki untuk membeli sebuah Mobil supaya dapat dipergunakan untuk sarana angkutan dia dan adiknya  (Iskan) bila pergi mengaji. Allah mengabulkannya, tak lama kemudian sebuah mobil dapat dia miliki dikarenakan mendapatkan bonus dari perusahaannya bekerja.

Lalu Samir berdo'a memohon seorang istri yang sempurna, Allah mengabulkannya, tak lama kemudian Samir bersanding dengan seorang gadis yang cantik serta baik perangai.

Kemudian berturut-turut Samir berdo'a memohon kepada Allah akan sebuah rumah yang nyaman, pekerjaan yang layak, dan lain-lain dengan itikad supaya bisa lebih ringan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dan Allah selalu mengabulkan semua do'anya itu.

Sementara itu Iskan tidak ada perubahan sama sekali, hidupnya tetap sederhana, tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang dulu dia tempati bersama dengan Samir Namun karena Samir seringkali sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak dapat mengikuti pengajian, dan Iskan sering kali harus berjalan kaki untuk mengaji kerumah guru mereka.

Suatu saat Samir merenungkan dan membandingkan perjalanan hidupnya dengan perjalanan hidup Iskan, dan dia teringat Iskan selalu membaca selembar kertas apabila dia berdo'a menandakan Iskan tidak pernah hafal bacaan untuk berdo'a. lalu datanglah ia kepada Iskan untuk menasihati adiknya  itu supaya selalu berdo'a kepada Allah dan berupaya untuk membersihkan hatinya, karena dia merasa adiknya masih berhati kotor sehingga do'a-do'anya tiada dikabulkan oleh Allah azza wa jalla.

Iskan terenyuh dan merasa sangat bersyukur sekali mempunyai kakak yang begitu menyayanginya, dan dia mengucapkan terima kasih kepada kakaknya atas nasihat itu.

Suatu saat Iskan meninggal dunia, Samir merasa sedih karena sampai meninggalnya adiknya itu tidak ada perubahan pada nasibnya sehingga dia merasa yakin kalau adiknya itu meninggal dalam keadaan kotor hatinya sehubungan do'anya tak pernah terkabul.

Samir membereskan rumah peninggalan orang tuanya sesuai dengan amanah Iskan adiknya untuk dijadikan sebuah masjid. Tiba-tiba matanya tertuju pada selembar kertas yang terlipat dalam sajadah yang biasa dipakai oleh Iskan adiknya yang berisi tulisan do'a, diantaranya Al-fatehah, Shalawat, do'a untuk guru mereka, do'a selamat dan ada kalimah di akhir do'anya:

"Yaa, Allah. tiada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Mu, Ampunilah aku dan kakak -u, kabulkanlah segala do'a kakak ku, bersihkanlah hati ku dan berikanlah kemuliaan hidup untuk kakakku didunia dan akhirat, "
Samir berlinang air mata dan haru biru memenuhi dadanya, tak dinyana ternyata adiknya , Iskan tak pernah satukalipun berdo'a untuk memenuhi nafsu duniawinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...