Rabu, 04 April 2012

Kebijakan Terbelit Emosi

Pada saat sekarang ini, banyak kejadian yang menarik untuk diperbincangkan. Pemerintahan mengalami pelemahan kebijakan oleh publik.
Permasalah Indonesia semakin hari semakin rumit. Berjejer kasus korupsi yang belum terungkap di Negeri kaya raya ini. Berbagai krisis moral, sosial anak bangsa kerab berlanjut belum dipecahkan oleh negara.
Masih beruntun bencana dan puluah juta rakya yang hidup dibawah garis kemiskinan belum dijawab tuntas Negara. Sistem pendidikan yang masih carut marut, banyak gedung sekolah tidak layak huni, kualitas yang rendah dan SDM yang kalah saing.
Belum lama, kita kembali lagi ditemukan bencana kebutuhan hidup, dengan rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM. Draf APBN-P sedang jadi polemik di Mahkamah Konstitusi.

Putra-putri Bangsa ini pun menjadi korban, luka ringan, luka berat, diborgol aparat menolak kenaikan harga BBM. Tindakan anarkasi unjuk rasa penolakan kenaikan BBM tidak bisa dihindari lagi. Aparat berjibaku dengan mahasiswa, buruh yang berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM.
Dialog bagi Indonesia saat ini sudah tidak berguna lagi. Kebijakan yang tidak pro rakyat, sepertinya harus dilakukan dengan tindakan anarkis. Tentu kita masih ingat rezim orde baru. Runtuhnya rezim orde ini pun tidak cukup dengan dialog dan rapat-rapat. Hanya dengan anarkislah Suharto yang menguasi orde baru itu baru berani turun melepaskan kekuasaanya setelah menguasi 32 tahun bangsa Indonesia.
Korban pun berjatuhan, mahasiswa tewas tertembak orang tidak dikenal, ribuan demonstran luka-luka, gedung-gedung dibakar, hanya meminta Suharto turun saat itu. “Akhirnya suharto lengser dari kursi orang nomor 1. Setelah banyak korban yang meninggal.
Apakah harus seperti orde baru, agar pemerintah bisa mendengar jeritan rakyat untuk merubah kebijakan ini agar menaikan harga BBM bisa dihentikan. Dengan melakukan unjuk rasa anarkis, pembunuhan, perang aparat dan rakyat ini. Jawabanya adalah “Tidak”.
Aksi demontrasi diberbagai daerah, akhir-akhir ini tidak membuat pemerintah kecut. Aksi itu belum ada korban tewas, belum ada penembakan dengan peluru besi, hanya perang batu dan kayu. Pemerintah masih akan bersikap apa yang dikehendaki mereka.
Tetapi, alangkah biknya demonstran juga melihat sudut pandang pemerintah... Pemerintah sebenarnya juga sungkan menaikkan harga BBM, tetapi keadaanlah yang memaksa....
Demonstran yang anarkis tidak hanya merugikan kepentingan pemerintah, dimana fasilitas dirusak, mereka sebenarnya juga merugikan masyarakat Indonesia pada umumnya, meskipun mereka selalu mengatasnamakan demi kesejahteraan rakyat...
Emosi yang tidak terkontrol itulah yang menyebabkan banyak kebijakan yang akhirnya salah arah, sebagai contoh adalah adanya otonomi daerah... Kebijakan ini muncul sewaktu massa sedang emosi dengan Orde Baru, mereka menamakan gerakan ini sebagai gerakan Reformasi, tetapi reformasi tanpa visi dan misi, sehingga akhirnya terbentuklah suatu negara kecil dalam suatu negara, NKRI yang seharusnya kita bela dan kita junjung tinggi.
Dengan uraian diatas, maka sebaiknya kita mampu menahan diri, kontrol atas apa yang kita lakukan sehingga tidak ada lagi "Kebijakan Yang Muncul Karena Emosi..."
Kebijakan Terbelit Emosi akan sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan secara moral dihadapan publik yang bernaung dibawah kebijakan itu. Marilah jika kita menjadi aparat pemerintah memperhatikan rakyat agar sesuai dengan amanat pasal 33, sedang bagi pihak yang tidak sepakat dengan kebjakan yang akan dimunculkan pemerintah, harusnya jangan berbuat anarkis karena hanya akan menyebabkan kesalahan pengambilan kebijakan, dan jika kebijakan itu sudah disetujui, maka kita seharusnya LEGOWO untuk mengikutinya.... SEMOGA DAMAI DI INDONESIA TERCIPTA!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...