Seorang Seniman
tua bernama Rejo bertemu dengan
sahabat karibnya yang
kini menjadi konglomerat kaya,
Harto. Sudah sekian puluh tahun mereka tidak saling berjumpa. Kini mereka memutuskan untuk
menghabiskan hari itu dengan berjalan kaki
mengelilingi kota sambil mengenang persabahatan mereka di masa
kanak-kanak dulu.
Tanpa kenal lelah mereka berjalan, bertukar
pengalaman dan bersenda gurau. Hari pun beranjak petang. Mereka tiba di sebuah pasar malam yang ramai penuh dengan lalu lalang pengunjung. Tiba-tiba Rejo
berhenti, terdiam terpaku.
Bibirnya tersenyum. Matanya terpejam, seakan menikmati sesuatu. Rekannya,
Harto, terheran-heran melihat kelakuan Rejo. "Ada apa?" tanyanya.
"Aku hanya mendengar suara riuh rendah kerumunan
orang-orang di pasar malam ini. Suara
apa yang kau dengar?" tanya Harto.
"Nyanyian
merdu seekor jangkrik." Jawab Rejo.
Harto semakin keheranan. Ia sama sekali tak mendengar suara jangkrik, apalagi di tempat yang ramai seperti itu. Kemudian, Rejo berjongkok ke arah selokan. Perlahan tangannya mengais sebuah lubang yang agak tersembunyi. Dan, hup, dari lubang itu
meloncatlah seekor jangkrik jantan hitam
legam gagah dengan
garis kuning cantik
di lehernya..
Harto
membelalakkan matanya penuh takjub. "Kau benar-benar seorang seniman
sejati jo, sampai kamu mampu mendengarkan suara
alam meski sangat lirih.
Indera pendengaranmu sangat tajam
dan luar biasa." puji Harto terkagum-kagum.
Rejo itu tersenyum. "Ah, sebenarnya pendengaranku ini tidak
seberapa dibanding dengan
pendengaran dan penglihatan orang-orang kebanyakan."
Lantas,
Rejo merogoh saku celananya, mengambil
segenggam uang logam dan
melemparkannya ke trotoar. Suara uang
logam itu bergemerincing. Segera saja
semua orang di sekitar mereka
berhenti dan terdiam. Mata-mata mereka mengamati kemana uang-uang logam itu menggelinding. Bahkan, ada
beberapa orang yang mencoba memungutnya.
Kata Rejo, "Benar kan? Mereka mungkin tidak
bisa mendengar nyanyian jangkrik tadi,
tetapi mereka takkan menyia-nyiakan suara uang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar