Pada sabtu pagi,
“Tejo…., kamu dipanggil kak Rina!”, kata teman satu reguku, namanya Iwan.
Kutoleh Iwan, dalam hatiku, ada apa lagi ini, kenapa aku dipanggil Rina,
seorang kakak tingkat yang terlihat smart, manis dan sedikit angkuh.
“Ada apa? Hanya aku
yang di panggil?”, tanyaku kepada Iwan, kemudian Iwanpun menjawab, “Iya, kamu
thok “ (dengan logat Jawa yang khas, maklum, dia penduduk local). “cepet lho!”,
sahutnya lagi.
Dengan bergegas akupun
segera menghampiri Rina, yang saat itu terlihat sangat manis dengan baju pink
kotak-kotaknya. Oh iya, ampe lupa, kejadian ini terjadi pada bulan Agustus di
salah satu kampus di Solo waktu awal kuliah, OSPEK, ajang balas dendamnya kakak
tingkat (menurutku).
Aku sendiri orang luar
Solo, aku dari Palembang, sedang Rina kakak tingkatku itu dari Makasar.
“Ada apa kak?” ,
tanyaku ketika sudah sampai di depan Rina, sang senior.
“Apaan ini?”, sambil
menyodorkan tugasku yang ku kumpulkan baru saja, Rina menggertak. Tugasku hari
itu adalah membawa sawo matang yang masih ada tangkai dan daun satu lembar
serta membawa jeruk dengan warna kulit setengah hijau dan setengah kuning.
Karena kebingungan, aku mengakalinya dengan memasangkan lidi sebagai tangkai
sawo yang ku lem dengan sebuah daun sawo, supaya lebih terlihat asli tangkainya
aku cat dengan warna coklat, sedang jeruk aku beli yang warna kuning lalu
separonya aku beri warna hijau, kreatif sih…
“Anu kak, itu kan tugas
kemaren?”, jawabku sekenanya. Aku masih ingat waktu hari jum’at sebelumnya aku
dihukum gara-gara terlambat, aku harus lari keliling kampus, busyet dah, capek
rasanya badan ini, pulangnya jam 5 sore lagi, mana sempat cari bahan?
“Tugasnya kan sawo
dengan tangkai plus daun!, ini juga, jeruk apaan nih?”, tegas Rina
“Kan memenuhi syarat
kak?”, bantahku. Rina terdiam sesaat, mungkin dia membenarkan ucapanku tadi,
karena memang tidak ada sih yang seperti itu di pasaran.
“Ya udah, kamu sekarang
jalani hukuman aja, daripada kamu bantah terus!”, hardik Rina, yang diperkuat
temannya Risty, anak Brebes yang juga seniorku.
“Siap kak!”, dengan
lantang kuucapkan itu, tapi dalam benakku berkata, ternyata Rina tambah manis
kalo sedang berdebat gini. Dalam hatiku aku ingin memilikinya, pasti, suatu
hari nanti….
“Hukumanmu adalah
mendekap pohon kayu putih sambil berteriak, Aku Mencintaimu!”, “Cepat
laksanakan!”, kali ini Risty yang menyuruh.
“Busyet!”, gumamku,
mana mungkjin aku melakukannya? Lalu kulirik Rina, dia hanya tersenyum
mengiyakan, yach akhirnya aku dipermalukan hari itu.
Bulan berlalu, aku
mencoba mendekati Rina, sang senior, dengan cara meminjam buku semester 1,
alasanku untuk belajar. Dia mengiyakan dan memintaku datang ke kosnya, lalku
akupun mendatangi kos dan inilah langkah pertamaku.
Bulan berlalu menjadi
tahun, tahun-tahun berlalu, ternyata perasaan sukaku kepada Rina makin besar,
hal ini ku diskusikan dengan Iwan temanku, dia mengatakan padaku kenapa tidak
ditembak aja? Akupun mengiyakan ide itu.
Untuk lebih dekat, maka
aku mencoba berpindah kos ke dekat kos Rina, setiap hari aku amati dia, dan
tentunya sambil atur strategi.
Suatu hari, aku
nongkrong dengan warga kampong tempat kosku memainkan gitar, kebetulan didekat
warung depan kos Rina, kunyanyikan lagu Ebiet G. Ade, yang syairnya diantaranya
seperti ini.
“…….Mengapa aku masih
duduk disini, sedang kau tepat didepanku…. Harusnya aku berdiri berjalan
kedepanmu, kusapa, lalu ku isyaratkan cinta….”, pas syair itu terucap, kebetulan dia lewat didepanku, kaget jadinya. Tetapi
dia cuek, diapun bergegas masuk kosnya.
Suatu malam setelahnya,
aku beranikan diri ke kosnya untuk ungkapkan rasa ini, ternyata ada tamu cowok
datangi dia, yach, kecewa dech…. Tapi aku tak mudah menyerah, lalu aku coa lagi
dua malam setelahnya, apa yang kutemui? Cowok datang ke kos dia untuk ucapkan
cinta dengan membawa bunga, waw… romantic nih, sambil kecewa aku tetap menemani
mereka, dan akhirnya ada jawaban Rina untuk cowok itu, “Tidak!”. Akupun
penasaran, kenapa dia menolak cowok itu?
Seminggu setelahnya aku
datang lagi, ada cowok lain lagi, tapi tetap kutemani mereka sambil ngobrol,
cowok itu lalu pamit pergi, “inilah kesempatanku”, gumamku lirih.
“Ada perlu apa Jo
malam-malam datang kesini?”, Tanya Rina.
Kujawab saja dengan
spontan, “ada yang ingin kusampaikan padamu, tapi jangan marah dan jangan
membenciku ya?”
“Apaan sih?”, Rina Penasaran
“Kamu dah punya
pacar?”, tanyaku lagi
“Emang kalo udah punya
kenapa, dan kalo belom punya kenapa?”, jawabnya diplomatis.
“Gak papa sih. Aku Cuma
mo ungkapkan perasaan ini padamu, selama ini aku ternyata sangat mengharapkanmu
untuk menjadi special dihatiku, sejak kita bertemu, sejak kamu hokum aku di
OSPEK itu, aku MENCINTAIMU!”, ucapku
“Apa?”, gak
mungkinlah…..
“Tidak percaya silakan,
tapi itu kenyataannya, gimana, mau?”, tanyaku pada Rina
“Hmm, gimana ya? Aku
piker dulu ya barang dua atau tiga hari!”, jawabnya
Setalah beberapa saat
kami ngbrol lagi, akupun pamit pulang karena sudah jam 9 malam.
Sehari berlalu tanpa
jawaban, dua hari berlalu tanpa jawaban, dan pada hari ketiga kunyanyikan lagu
sendu….
“Tiga malam ku
mencarimu, tiga malam hatiku sunyi…. Kemanakah kau saying, kuharapkan lekas kau
datang…”, dan ternyata belum selesai aku menyanyikan lagu itu kulihat Rina datang
menghampiriku, lalu dia mengajakku duduk santai di kosnya, dia ingin katakana
sesuatu padaku, tapi entah apa itu.
Sebelum dia mengatakan
itu, aku dahului dengan bertanya kepadanya, “Bagaimana jawabanmu?, aku tidak
akan memaksa, kamu yang menentukan jawaban itu!”. Dia menatapku dengan senyum
khasnya, lalu mengangguk. Aku tidak percaya akan anggukannya itu, lalu
kutanyakan padanya, “Mau?”.
Dengan lirih dia
menjawab, “Mau…!”
Mulai saat itulah cinta
diantara mereka menyatu, tidak ada halangan dan rintangan yang menghalangi, merekapun
hidup bersama dalam cinta dan kebahagiaan.
CINTA
MEREKA TIDAK AKAN LEKANG OLEH PANAS, TIDAK AKAN LAPUK OLEH HUJAN DAN TIDAK AKAN
GOYAH OLEH BADAI, CINTA MEREKA ABADI…..
seperti abadinya salju di Himalaya.
akankah cinta abadi itu kan bertahan selamanya?meski tembok cina yg menjulang tinggi dan kokoh menghadangnya?sanggupkah mereka mempertahankan keabadian cintanya?
BalasHapusCinta mereka adalah cinta sejati, yang tetap hidup dihati mereka, walau keadaan sudah jauh berbeda sekarang, tetapi memang itulah keadaan yang nyata, semoga.... amin.....
BalasHapustidakkah hanya merana saja mencintai tanpa bs memiliki?
BalasHapusmerana.... merana... begitulah cinta, jika tiada saling memiliki, tapi tetap ada selamanya didalam hati... lucu ya?
BalasHapus