Selasa, 05 Februari 2013

Dini


Di pantai Marina, angin berhembus dengan sangat sejuk dan bersahabat. Saat itu mendung juga sedang menggelayuti langit yang biru. Disana Tejo sedang menghabiskan masa liburannya dengan mendirikan kemah, sangat kurang nyaman tetapi sungguh pengalaman yang tidak akan terlupakan. Tejo berkemah di dekat pantai Marina selama 3 hari.
Suatu hari, Tejo bergumam pada dirinya, apa sih maksud dari semua ini?
“Jo... “, ada suara memanggil Tejo dengan lembut. Tejo menoleh ke arah suara itu. Tejo kaget bukan kepalang, karena sudah lama Tejo tidak bertemu dengan temannya itu, seorang wanita cantik yang sangat menawan. Sebut saja namanya Dini.
Ternyata, Dini sedari tadi memperhatikan Tejo yang sedang bermain istana pasir di pantai itu. Dini sebenarnya masih ragu, benarkah itu Tejo yang dulu ia kenal?
“Dini....”, sentak Tejo meyakinkan bahwa yang dilihatnya adalah Dini. “Benarkah kamu Dini?”, tanya Tejo.
“Ini benar Tejo kan?, teman satu angkatan dulu waktu kuliah di Amsterdam?”, tanya Dini juga untuk meyakinkan bahwa yang ditemuinya benar adalah Badrun Tejo Suprapto.


“Iya, jadi ini benar Dini Larasati kan?”, tanya Tejo yang sekaligus  membenarkan bahwa dirinya adalah Tejo.
“Lagi ngapain Jo?, kamu kan di Kediri, kok sampai sini?” tanya Dini lagi.
“ Gini Din, aku kan lagi pengen merasakan dunia tanpa hiruk pikuk pekerjaan, dengan caraku sendiri, Camping, tuh tendanya!”, Jawab Tejo. “Kamu sendiri?”, lanjut Tejo.
“Ini, lagi pengen hiburan aja, kan aku deket dari sini.”, jawab Dini. “Kamu sama siapa Jo?, istri ya?”, tanya Dini untuk membuat suasana lebih tambah akrab.
“Ha ha ha, aku sendirian aja kok, 3 hari lalu aku kan baru meeting di hotel sebelah itu, lalu aku lanjut aja ke sini, untuk merasakan perbedaan yang akan menjadikan kita lebih bijak”, tukas Tejo. “Emang kamu tinggal dimana, suamimu dan anak-anakmu?”, Seloroh  Tejo.
“Aku di Bogor, aku cuma sendirian kok kesininya, emang kenapa, gak boleh ya walk alone ginian?”, tanya Dini.
“Boleh sih, tapi kan aneh, masak cari hiburan kok sendirian....!”, tukas Tejo, “Emang di rumah gak terhibur apa?”.
Akhirnya mereka bercerita tentang  dirinya maing-masing dengan canda tawa yang sangat hidup, seolah mereka dahulunya berpacaran, padahal tidak. Sampai suatu saat tatapan mereka bertemu, lalu entah kenapa, tangan mereka saling menggenggam jemari, dengan sangat spontan mereka akhirnya bergandengan tangan.
“Ehm”, Tejo mencoba mencairkan suasana yang membawa mereka jauh melampaui masa lalu. “Din... boleh tidak aku bertanya sesuatu yang sangat pribadi kepadamu?”, tanya Tejo.
“Apa Jo?”, tukas Dini dengan sangat cepat.
“Tidak marah kan kalau aku tanya ini padamu?”, Tejo melanjutkan lagi, “Kenapa aku lihat dari sorot matamu, kamu sepertinya kurang bahagia dengan suamimu, benarkah itu?”
“Memang kenapa kalau aku kurang bahagia?”, tanya Dini.
“Coba cerita saja kepadaku, siapa tahu aku bisa membantu memecahkan masalahmu”, kata Tejo dengan tetap memperhatikan wajah Dini yang mulai berkaca-kaca seolah dia ingin mengungkapkan semua masalahnya. Secara panjang lebar akhirnya Dini menceritakan masalahnya. Tidak terasa cerita Dini sudah selama 2 jam, yang intinya Dini sering berbenturan prinsip dengan suaminya, yang membuat Dini sedikit merasa kecewa dengan suaminya.
“Seandainya saja waktu bisa kuputar lagi Jo, mungkin aku tidak akan seperti ini”, lanjut Dini.
“Memang kamu punya mesin waktu apa?”, canda Tejo untuk menghibur Dini yang sedang gundah itu.
“Jangan bercanda dong.... serius ini”, gerutu Dini.
“Oke..oke.. serius... emang apa yang kamu inginkan Din kalau waktu bisa diputar mundur?”, tanya Tejo lagi.
“Aku ingin membenarkan pilihanku yang salah, karena ternyata aku pernah mendapatkan kenyamanan dari seorang cowok yang sangat aku inginkan, meski aku saat itu tidak pernah bersamanya, tidak pernah mengenal dirinya lebih dekat lagi, karena dia sudah berpacaran kala itu”. Jawab Dini polos. “Dia orang yang menurutku sangat menghibur dan smart, bagiku dia orang yang asik, apa adanya. Tetapi, sekarang pasti tidak akan terjadi, karena kami masing-masing sudah terikat teken kontrak dengan pasangan masing-masing”. Lanjut Dini. Kemudian dia menambahkan lagi, “Tetapi aku merasa bahwa dia sebenarnya juga suka kepadaku, meski kami tidak pernah bersatu, dan mungkin tidak akan pernah bersatu”.
“Kalau boleh aku tahu, dan ini kalau boleh... apakah aku mengenalinya?”, tanya Tejo.
“Rahasia dong....!”, jawab Dini dengan sedikit senyum bahagia di bibirnya, yang menandakan dirinya sedang bahagia saat itu, sinar matanya mengisyaratkan jawaban kepada Tejo, bahwa Tejolah orang yang dimaksud Dini itu. “Kamu sangat mengenalinya Jo, sangat kenal....”, lanjut Dini.
“Ya... Aku sudah tahu Din... “, tukas Tejo.
“Emang siapa Jo?.... jangan-jangan kamu slah lagi...?”, seloroh Dini sambil mencubit Tejo.
“Siapa lagi orang yang sangat ku kenal selain diriku sendiri...., jadi aku yakin bahwa orang yang kamu maksud adalah Aku..”, jawab Tejo sekenanya.
“Kenapa kamu menganalisa seperti itu Jo...?, itu sudah keputusan bulat?”, tukas Dini dengan mata menggoda, yang merupakan salah satu daya tarik dari Dini sejak dulu.
“Pasti..., ha ha ha....”, jawab Tejo dengan tertawa lepas, seolah-olah pembenaran jawabannya tidak dibutuhkan lagi olehnya.
“Dari dulu kamu memang jenius ya Jo...., tapi sayang, aku sekarang sudah tidak seperti dulu lagi, aku sudah luntur, sudah layu terkena panas matahari yang menyengatku...”, jawab Dini.
“Siapa bilang kamu sudah luntur atau layu?, kamu tetap cantik kok bagiku, secantik Dini Larasati yang dulu aku tahu”, ucap Tejo. “Memang, kadang kita berharap, tetapi waktu sudah tidak mengijinkan kita”.
“Jadi...?”, goda Dini, “Kamu juga Jo..?”.
“Ya... gimana ya, maybe yes maybe no...., but I'm not sure...!”, jawab Tejo, yang menandai akhir perjumpaan mereka di Marina, karena Dini harus segera pulang untuk mengurus kedua buah hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...