Suatu ketika, hiduplah seorang bijak yang mahir memanah. Dia,
mempunyai 3 orang murid yang setia. Ketiga pemuda tersebut, sebut saja namanya
Seno, Broto dan Tejo, amatlah tekun menerima setiap pelajaran yang diberikan
oleh guru tuanya itu.
Mereka bertiga sangat patuh, dan tumbuh menjadi 3 orang pemanah yang
ulung. Telah banyak buruan yang mereka dapatkan. Bidikan mereka bertiga
sangatlah jitu. Sampai suatu ketika, tibalah saat untuk ujian bagi ketiganya.
Seno maju ke depan. Busur dan anak panah telah disiapkan. Dengan
lantang, ia menjawab, "Aku melihat sebuah batang pohon. Itulah sasaran
bidikanku."
Sang guru tersenyum. Ia memberikan tanda, agar muridnya itu menunda
bidikannya.
Sesaat kemudian, Broto pun melangkah mendekat.
"Bukan. Aku melihat sebuah burung. Itulah sasaran bidikanku.
Biarkan aku memanahnya Guru. Nanti, " seru murid itu, "kita bisa
memanggang burung yang lezat untuk makan siang."
Sang guru kembali tersenyum. Diisyaratkan tanda agar jangan memanah
dulu. Ia bertanya kepada Tejo. "Apa yang kau lihat ke arah gunung
itu?"
Tejo terdiam. Ia mengambil sebuah anak panah. Di rentangkannya tali
busur, dibidiknya ke arah pohon tadi. Tali-tali itu menegang kuat. "Aku
hanya melihat bola mata seekor burung-burungan kayu. Itulah bidikanku."
Diturunkannya busur itu. Tali-tali panah tak lagi meregang. Sang Guru kembali
tersenyum, namun kali ini, dengan rasa bangga yang penuh.
"Muridku, sejujurnya, kalian semua layak untuk lulus ujian ini.
Namun, ada satu hal yang perlu kalian ingat dalam memanah. Fokus. Sekali lagi,
fokus. Tentukan bidikan kalian dengan cermat. Tujuan yang jelas, akan selalu
meniadakan hal-hal yang menjadi penganggunya."
Sang guru kembali melanjutkan, "Sebuah keberhasilan bidikan, akan
ditentukan dari tingkat kesulitan yang dihadapinya. Sebuah pohon besar dan
burung, tentu adalah sasaran yang paling mudah untuk di dapat. Namun, bisa
mendapatkan bidikan pada bola mata burung-burungan kayu, itulah yang perlu
kalian terus latih.
Ingatlah, memanah, adalah sama halnya dengan hidup. Kita pun perlu
mempunyai fokus. Kita butuh sasaran dan tujuan. Memang, selalu ada banyak
godaan-godaan pilihan yang harus di bidik. Selalu ada ribuan sasaran yang akan
kita tuju dalam hidup. Ada bidikan yang mudah, dan ada pula bidikan yang sangat
mudah.
Namun, kita harus jeli. Kita wajib untuk cermat. Dan, sudahkan kita
tentukan tujuan hidup kita dengan jeli, dengan cermat? Tujuan yang terfokus,
mungkin bukanlah hadir pada hal-hal yang besar. Tujuan yang terfokus, kerap ada
pada sesuatu yang kecil, yang kadang sering dianggap remeh.
Ingatlah, selalu ada banyak hiasan-hiasan dan marginalia yang muncul
pada setiap tujuan hidup kita. Kadang, hiasan itu terlampau indah, dan membuat
kita terpesona, lupa akan tujuan kita sesungguhnya. Marginalia itu kadang
begitu menggoda, dan mengaburkan pandangan kita untuk menentukan fokus.
Mari, bidiklah setiap sasaran itu dengan jeli. Siapkanlah "busur
dan panah" hidup kita dengan cermat. Bukankah, nilai dalam lomba memanah,
akan diukur dari lingkaran yang terkecil? Dari sanalah nilai terbesar akan kita
dapatkan. Karena saya percaya, hidup adalah sama dengan memanah, dengan Allah
sebagai "wasit penentunya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar