Jumat, 01 Juli 2011

Karangan Bunga Dan SPP


"BILA KARANGAN BUNGA UNTUK MELUNASI SPP"

Tinggal di perumahan pemukimnya memang sangat heterogen, baik dari segi pekerjaan maupun perekonomian atau status sosialnya.
Di salah satu perumahan, ada seorang yang secara materi mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan yang lainnya, kita sebut saja namanya pak Untung, dia mempunyai dua kapling perumahan dengan type yang terbesar dijadikan satu ditambah lagi dengan sisa tanah yang agak luas dan tempat yang sangat stratgis . Rumahnya sudah dibangun berlantai tiga, lantai satu terdiri: ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, tempat tidur tamu, kamar pembantu, garasi mobil. Lantai dua terdiri: tempat tidur bapak dan ibu, kamar tidur anak laki-laki, kamar tidur anak perempuan yang masing-masing, ruang santai, kamar mandi dan wc. Lantai tiga terdiri: tempat jemur pakaian, setrika, tanaman bunga, dan ruang santai. Singkatnya termasuk rumah hunian yang sangat ideal untuk suatu keluarga di komplek perumahan tersebut.
Suatu saat salah satu keluarga pak Untung yang berada pada rumah tersebut ada yang meninggal dunia, maka berdatangan duka cita dari pihak keluarga, rekan kerja, maupun teman bisnis. Ucapan bela sungkawa tersebut banyak di ungkapkan dalam bentuk karangan bunga, tidak kurang dari 20 buah karangan bunga diterima. Bila dilihat harganya karangan bunga tersebut berkisar antara Rp 150.000,00 sampai Rp 250.000,00 , secara keseluruhan karangan bunga tersebut nilainya tidak kurang dari Rp 4.000.000,00.
Diseberang jalan dari rumah pak Untung ada suatu perkampungan, termasuk hunian yang masih sangat sederhana karena sebagian besar penduduknya petani, tukang atau buruh yang penghasilan rata-tata masih dibawah Rp 1.000.000,00 perbulannya. Di Kampung tersebut tinggallah seorang janda bernama bu Sabar dengan seorang anaknya yang bernama Daim, menempati rumah yang jauh dari sederhana, berlantai tanah, bedinding gedeg, dan bocor di saat musim hujan.
Sebelunya mereka tinggal dengan seorang nenek yang bernama mbah Trimo, yang dikenal sebagai seorang yang rajin, ramah, dan jujur maka tak heran orang-orang dikomplek perumahan sering menaruh kepercayaan untuk kerja membantu dirumahnya. Mbah Trimo inilah sebagai tulang pugung keluarga dirumah, serta membiayai sekolahnya Daim, karena banyak penghuni perumahan yang menaruh iba pada Mbah Trimo, sehingga tiap bulan menyisihkan uang untuknya.
Setelah dua bulan lalu kepergian mbah Trimo menghadap yang Maha Kuasa, maka sangat terasa kondisi prekonomian, bu Sabar dan Daim, terutama untuk bayar uang sekolah Daim. Sebab kalau makan sehari-hari bisa dari hasil kebun dan pemberian dari keluarga dekatnya walaupun dalam kondisi pas-pasan mereka masih bisa saling membagi rezeqi yang ada.
Tibalah Daim menghadapi ujian akhir di kelas XII, ketika beberapa kali diminta untuk melunasi uang SPP selalu menjawab belum ada uang, yang biasanya selalu mendapatkan uang dari neneknya mbah Trimo. Maka saat itu Daim ingat jasa dan perhatian neneknya tersebut, sehingga dengan spontan ia pergi menuju kekubur neneknya, seolah-olah teringat ketika neneknya selalu memberi uang SPP di saat masih hidup.
Ketika itu seolah-olah dia sedang mengadu kepada neneknya dengan linangan air matanya, karena uang SPP yang belum terbayar, tanpa disadari dia melihat kekanan ada kuburan baru dari keluarga pak Untung yang dikubur sekitar tiga hari lalu yang berjarak sekitar 5 meter dari kuburan neneknya. Dia terkejut dengan tumpukan karangan bunga yang begitu banyak, dalam hatinya jika uang pembelian karangan bunga untuk pembayaran SPP maka bisa melunasinya. Bahkan kalau digunakan untuk pembayaran SPP dari kelas X hingga kelas XII pun masih sisa.
Saat itu juga Daim semakin deras mengeluarkan air matanya, ya karangan bunga yang begitu mahal hanya dibuang begitu saja, sedang dia sangat membutuhkan untuk melunasi SPP. Daim berpikir dalam khayalnya andaikan uang pembelian karangan bunga untuk melunasi SPP , maka Dia segera bisa mengikuti ujian dan becita-cita untuk melanjutkan kuliah……………………………. Mungkin masih banyak orang yang senasib Daim dan masih banyak orang yang menyia-nyiakan uangya jauh melebihi dari karangan bunga.

(Ronggo Mitro Karyo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saat Prapti pergi

Suatu ketika, Galuh mengajak Prapti menemui Tejo di sebuah rumah makan, di sekitar tempat wisata alam. Mereka akhirnya memutuskan untuk m...