Suatu ketika, di pinggir hutan, tinggallah seorang
tua yang bijak, namanya Syeh Ja’far. Orang-orang desa mengenalnya sebagai sosok
yang baik hati. Pondoknya sering menjadi tempat berkunjung bagi yang
membutuhkan bantuan. Makanan, minuman, obat-obatan dan seringkali nasehat-nasehat,
kerap dihasilkan dari dalam pondok itu.
Ketenangan dan keasrian selalu menyertai sekitar
lingkungannya. Hingga pada suatu hari, terdengar teriakan lantang dari luar,
"Ajarkan aku tentang kehidupan!!". Ah, rupanya, ada seorang anak muda
yang datang dengan tergesa-gesa, namanya Tejo. "Aku adalah pengelana, yang
telah berjalan jauh dari ujung-ujung buana. Telah ribuan tempat kujelajahi dan
telah ribuan jengkal kususuri. Namun, aku tetap tak puas, ajarkanlah aku
tentang kehidupan." Begitu teriak Tejo.
Lama mereka berjalan melintasi hutan. Namun, Syeh
Ja’far belum mengucapkan sepatah katapun. Tak ada ujaran lewat mulut yang
disampaikannya. Hanya, setiap mereka menemui sebuah pohon besar, Syeh Ja’far
selalu menunduk, menarik nafas panjang
dan lalu menorehkan tanda silang di setiap batang pohon. Terus, begitu lah yang
di lakukan Syeh Ja’far setiap kali menemukan pohon besar: sebuah tundukan
kepala, tarikan nafas panjang, dan torehan silang di batang pohon.
Sudah setengah harian mereka berjalan. Tejopun
mulai resah. Ia masih belum bisa mengerti apa maksud semua ini. Sampai
akhirnya, mereka menjumpai telaga, dan memutuskan istirahat disana.
Terlontarlah pertanyaan yang telah lama di simpannya, "Wahai orang tua,
ajarkan aku tentang kehidupan!.
Syeh Ja’far sudah bisa membaca keadaan ini. Sambil
membasuh mukanya dengan air telaga, ia berujar. "Anak muda, kehidupan,
adalah layaknya sebuah perjalanan. Kenyataan itu, akan mempertemukan kita
dengan banyak harapan dan keinginan. Kehidupan, akan selalu berjalan dan
berjalan, berputar, hingga mungkin kita akan tak paham, mana ujung dan
pangkalnya.
"Namun, belajar tentang kehidupan, adalah juga
belajar untuk menciptakan tanda-tanda pemberhentian. Belajar untuk membuat
halte-halte dalam hidup kita. Sejenak, berhentilah. Renungkan perjalanan yang
telah kau lalui. Siapkan persimpangan-persimpangan dalam hidupmu agar dapat
membuatmu kembali menentukan arah perjalanan. "
"Pohon-pohon tadi, adalah sebuah prasasti, dan
penanda buatmu dalam berjalan. Mereka semua akan menjadi pengingat betapa lelah
kaki-kaki ini telah melangkah. Mereka semua akan menjadi pengingat, tentang
jalan-jalan yang telah kita lalui. Pohon-pohon itu menjadi kawan yang karib
tentang kenangan-kenangan yang telah lalu. Biarkan mereka menjadi penolongmu
saat kau kehilangan arah. "
"Dan, anak muda, cobalah beberapa saat untuk
berhenti. Sejenak, aturlah nafasmu, tariklah lebih dalam, pandang jauh ke
belakang, ke arah ujung-ujung jejak yang kau lalui. Biarkan semuanya
beristirahat. Sebab, sekali lagi, belajar tentang kehidupan, adalah juga
belajar tentang menciptakan pemberhentian.
Tejo tercengang, kemudian dia mencoba merenungi
kata-kata Syeh Ja’far dengan hati-hati, kemudian Tejopun menyesali tindakannya
selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar