Sedang jalan-jalan di mall, tiba-tiba bahu Rina ditepuk
seseorang. Saat ia menengok, di situlah matanya bertemu dengan mata yang
sempat mengisi hari-harinya beberapa tahun lalu.Tejo.
“Apa kabar, Rin?”
Hanya tiga kata membuat semua kenangan dengan Tejo bangkit
di benak Rina. Mendadak Rina lupa bahwa dulu ia memutuskan hubungan 9
tahunnya dengan Tejo karena lelaki itu mempunyai perasan lain pada seorang wanita.
Sejak pertemuan tak sengaja itu, Rina sering melamun.
Ternyata sudah putus selama 9 tahun tak membuat jejak Tejo hilang sepenuhnya
dari pikiran. Tentu ini semua di luar pengetahuan Eko, suami Rina.
Salahkah Rina jika ia memutuskan untuk mengirim SMS pada Tejo
keesokan harinya? Pesan singkat sesederhana “Hai, lagi apa?” tentunya
takkan berakibat apa-apa, bukan? Toh sekarang baik Rina maupun Tejo
sama-sama punya pasangan.
Setelah itu, otak pun mulai ikut bereaksi. Mulai
timbul pikiran-pikiran seperti: “Mungkin dia berubah” atau “I knew he’s always
been the one.” Lebih jauh lagi, timbul keraguan: “Lalu bagaimana dengan Eko?
Eko baik, pintar, sempurna. Tapi dia bukan Tejo.”
Salahkah Rina lagi saat menerima ajakan makan siang dari Tejo?
It’s just lunch, it’s not a date. Kalau pergi makan
malam, itu baru kencan namanya. It’s just a casual thing. Semua
orang juga biasa kok makan siang sama temannya. Yah walaupun emang mesti
cari tempat yang nggak banyak orang sih, males aja banyak pertanyaan kalo ada
yang lihat aku sama Tejo lagi. Males aja dikira macem-macem, sementara
ini cuma makan siang.
Cuma makan siang.
Salahkah Rina saat telepon-telepon dari Tejo kembali
mewarnai hari-harinya? Salahkah bila ia tertidur diiringi cerita-cerita Tejo,
dan saat telepon dari Eko masuk di ‘call waiting’ ia malas menjawabnya? Eko
mulai membosankan. Bosan. Sebal. Sementara Tejo selalu datang dengan
kisah-kisah seru petualangannya. Baru naik gunung lah, bimbing oranglah…
bukan sekadar cerita keseharian yang membosankan.
Dan salahkah Eko saat suatu hari amarahnya memuncak,
menuding Rina yang tampak sudah tak tertarik lagi dengan pernikahan dan
hubungan mereka? Menuntut kejelasan keinginan Rina? Mengancam
pergi meninggalkan Rina?
Haruskah Rina mengejar Eko dan menjelaskan semuanya?
Atau pergi mengadu dan menangis di pelukan Tejo? Apakah Tejo akan
menerimanya kembali?
Entahlah.
Jika Anda pernah ada di posisi Rina, atau sedang menjalani
apa yang sedang Rina jalani, tentu Anda sedang sama bingungnya, atau mungkin
malah sudah lepas dari jerat salah satu penyebab kebingungan dan sudah aman di
pelukan salah satu pihak. Atau malah sedang terjerembab karena nggak
dapat dua-duanya dan kembali ke status jomblo terpaksa?
Saya di sini untuk mengingatkan Anda bahwa benar kata
pendiri Negara kita ini: Jas Merah, jangan sekali-sekali melupakan
sejarah. Tetapi, percaya atau tidak, ada beberapa jenis sejarah yang
sebaiknya dilupakan, lho, khususnya dalam dunia cinta. Harus diakui
dengan hati lapang bahwa hubungan itu memang pernah terjadi, namun tak perlu
diingat-ingat hingga sakit hati.
Lalu bagaimana cara menghadapi si ‘sejarah’ yang muncul
tiba-tiba tanpa diduga seperti kasus Rina dan Tejo? Fokuslah pada kenapa
dia yang muncul tanpa aba-aba itu menjadi sejarah. Pasti ada sesuatu yang
salah, karena jika tidak, alih-alih menjadi sejarah, tentu ia akan menjadi masa
kini. Bukan begitu?
Haruskah kita terbuka pada pasangan tentang munculnya
sejarah ini? Tergantung keinginan kita. Apakah kita ingin kehidupan
ini berjalan sesuai rencana, atau ingin coba-coba bermain api? Jika yang
terakhir pilihan Anda, satu hal sebelum Anda terbakar, beritahu pasangan bahwa
Anda ingin hubungan diakhiri karena Anda telah menemukan orang baru (yang
sebenarnya tak baru-baru amat). Jika pilihan Anda adalah ingin menjalani
kehidupan seperti biasanya, beritahu pasangan bahwa si masa lalu telah muncul
kembali dan mencoba menerobos masuk ke hati Anda. Mintalah bantuannya
untuk menghalau sinyal-sinyal cinta yang dikirimkan someone from the past itu.
Manusia dikaruniai hati untuk menyimpan semua
kenangan. Masalahnya, manusia pun dikaruniai free will untuk memilih
apakah tetap ingin menenggelamkan diri di dalam kenangan itu atau bergerak maju
dan meninggalkan kenangan-kenangan yang menghantui.
Tentunya selalu ada dua sisi mata uang. Jika memilih
untuk menenggelamkan diri di lautan kenangan, coba pastikan dulu… apakah dia
siap menjadi pelampung Anda? Karena mungkin Anda pernah dengar, seperti
halnya di gurun, di laut pun sering terjadi fatamorgana. Apakah yang Anda
pertaruhkan ini akan terbayar nantinya dan Anda akan berakhir berdua di pulau
indah bersama sang mantan?
Atau selamanya terombang-ambing tak tentu……tanpa siapa-siapa?
Ingatlah.....
Your life, your decision.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar