Dua
tahun sudah setelah aku terakhir kali bertemu dengan Elle Rina -yang lebih sering ku panggil Rina- di Blitar, secara kebetulan kami
bertemu kembali di Bandara Adisucipto Jogja. Aku, Tejo, terakhir kali bertemu
dengan Rina saat acara PORDA di Blitar. Kalau dihitung mundur lagi, sewaktu di
Blitar kami sudah tidak bertemu selama 8 tahun, berarti saat ini sudah 10 tahun
sejak perpisahan dan ini adalah pertemuan yang kedua.
Aku
masih teringat sewaktu bertemu dengan Rina waktu itu, dia masih cantik dengan
dua buah hati yang cantik , Aura dan Aulia, serta sang suami, Sony yang gagah
juga. Waktu itu muncul perasaan aneh dalam diriku, yang selalu menjadi sebuah
rahasia, kenapa rasa itu muncul lagi? Kenangan indah bersama Rina, Salahkah?
“Rin,
benarkan Rina”, tanyaku tak percaya begitu melihat Rina yang masih terlihat
sangat cantik bagiku.
“Tejo?”,
tanya Rina begitu kagetnya, seolah tak percaya mereka dipertemukan lagi.
“Iya,
aku Tejo”, jawabku, “Apa kabar Rin?”, sahutku lagi
“Alhamdulillah
baik, kamu sendiri?”, sahut Rina dengan mata berbinar-binar, menandakan
kebahagiaan yang dalam.
“Alhamdulillah
baik juga, eh, omong-omong mau kemana nih kok sampai Jogja?”, tanyaku mengawali
pembicaraan.
“Ini
mo ke Hotel Ina Garuda, sebelah Malioboro, ada rapat disana”, jawab Rina.
“Kalau kamu Jo?”, tanya Rina memastikan.
“Aku
mau ke Kraton Jogja, menginap di Seraton, ada pertemuan dengan sejumlah pejabat
keraton”, jawab Tejo.
“Kebetulan,
sore ini aku tidak ada acara, bagaimana kalau kita jalan-jalan aja dulu di
Malioboro Rin?”, tanyaku pada Rina.
Rina
mengangguk tanda setuju.
Setelah
perlengkapan kami masukkan ke hotel yang dituju, kamipun akhirnya bertemu di
Malioboro jam 3 sore hari itu juga. Kami berbicara tentang keluarga
masing-masing, pengalaman kerja masing-masing dan suka duka dalam perjalanan
hidup masing-masing. Tak terasa, sang cacing dalam perut berteriak, “Hei
manusia, kasihani kami dong?, dah tidak ada jatah yang bisa kami makan nih”.
Tejo
akhirnya mengajak Rina untuk bersantap sebentar di Malioboro dengan mencari
warung lesehan. Disana kami bercerita dengan asyik tanpa menyadari datangnya
seorang pengamen dengan alunan musik dari gitar dan syair dari mulut kecilnya,
“Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu..”, lagu dari Kla-Project
yang terkenal, berjudul Yogyakarta.
Di
lesehan itu aku membuka pertanyaan lagi untuk menghilangkan kesunyian, “Rin,
berangkat dari Blitar jam berapa tadi?”, tanyaku.
“Aku
berangkat sekitar jam 10, kalau kamu dari Kertosono berangkat jam berapa?”,
tanyanya.
“Aku
berangkat jam 9 tadi, maklum aku kan jauh di desa, he he he”, jawabku sambil
bercanda dan akhirnya keakraban kami terbentuk lagi. Rina mencubitku kemudian
menggandeng dan meremas jariku. Aku bingung dan mengikuti apa yang dia lakukan
saja, dalam hatiku semakin berdebar, karena rasa itu muncul lagi, tetapi kali
ini Rina lebih mengekspresikan perasaannya padaku.
Karena
penasaran akan perasaan itu, akupun mencoba mengikuti aliran ini dengan santai,
mencoba untuk tidak merasa tertekan. Dari kebingunganku itu, maka aku mencoba
untuk memberanikan diri bertanya pada Rina,
“Rin, boleh aku
bertanya padamu?”, tanyaku
“Boleh saja,
apa sayang?”, jawab Rina dengan cepat.
Ampun... kata
itu semakin memantapkan hati Tejo untuk bertanya, “Gini Rin, Aku tadi sempat
bingunng, aku kaget ketikakamu pegang jemari tanganku, kalau boleh tahu apa alasanmu
meremas jariku tadi?”, tanyaku –SOK JAIM- agar semua jelas.
“Aku.... kenapa
ya? Tadi mengalir begitu saja, tidak tahu kenapa aku kok langung ingin bermanja
denganmu ya? Terus terang aku sangat rindu akan candamu, karena kamulah orang
yang bisa membuat hidupku ceria dengan membuatku selalu tersenyum”, jawab Rina
dengan lugas.
Aku tidak
mengira jawaban Rina seperti itu, dalam hati aku berucap, terimakasih ya Tuhan,
ternyata selama ini aku masih mempunyai seseorang yang mencintaiku dengan
ketulusan hati, sebagaimana aku mencintai orang itu dengan sepenuh hati juga.
Rina lalu
mencoba meyakinkan hatinya, apakah dia tidak salah dalam mengambil sikap
seperti itu padaku. “Jo, bolehkah aku bertanya sesuatu?”, tanyanya.
“Apa Rin
sayang?”, akupun memberanikan diri memanggilnya sayang. Saat itu tampak raut
muka berbinar dari wajah Rina, yang seolah menggambarkan bahwa dia sudah tahu
akan jawaban yang akan diberikan Tejo.
“Apakah kamu
mempunyai perasaan yang sama padaku, karena aku sangat sayang, bahkan cinta
padamu sehingga aku sangat merindukanmu, Bagaimana Jo?”, tanya Rina.
Aku bingung
menjawabnya, tetapi akhirnya aku memberanikan diri mengungkapkan itu, “Ya”,
jawabku singkat dan dengan raut muka yang sangat serius. Senyumpun mengembang
dari mulut Rina yang sangat terasa manis buatku waktu itu, yang mengingatkanku
akan kenangan 10 tahun yang lalu.
Selepas makan,
kami akhirnya melanjutkan jalan-jalan di Malioboro dengan melihat lapak
dagangan kaki lima, dengan segala pernak pernik berbau Jogja dengan
bergandengan tangan, kadang sesekali aku peluk dia dengan kasih sayang, dan
kamipun sangat bahagia saat itu.
Sampai
tak terasa kami melalui sore itu sampai setengah 6 sore, yang memaksa kami
untuk berpisah karena jam 7 nanti aku ada meeting dengan pihak keluarga keraton
Jogja, dan Rinapun ada jadwal rapat. Akhirnya kamipun berpisah di Malioboro,
dengan ciuman di kening Rina, akupun berucap, selamat tinggal
sayang, suatu saat kita akan bertemu lagi.
Rina berucap, "Tejo, DEPIL.... "Dan Elle Pol In Lop" padamu, selamat berpisah, pasti kita bertemu lagi...
Rina berucap, "Tejo, DEPIL.... "Dan Elle Pol In Lop" padamu, selamat berpisah, pasti kita bertemu lagi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar