Dua laki-laki bersaudara (Samir dan Iskan) bekerja di sebuah pabrik kecap dan sama-sama
belajar agama Islam untuk sama-sama mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari semaksimal
mungkin. Mereka berjalan kaki mengaji kerumah gurunya yang jaraknya sekitar 10
KM dari rumah peninggalan orangtua mereka.
Suatu ketika sang kakak, Samir berdo'a memohon rezeki untuk membeli sebuah
Mobil supaya dapat dipergunakan untuk sarana angkutan dia dan adiknya (Iskan) bila
pergi mengaji. Allah mengabulkannya, tak lama kemudian sebuah mobil dapat dia
miliki dikarenakan mendapatkan bonus dari perusahaannya bekerja.
Kemudian berturut-turut Samir berdo'a memohon kepada Allah akan
sebuah rumah yang nyaman, pekerjaan yang layak, dan lain-lain dengan itikad
supaya bisa lebih ringan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dan Allah selalu
mengabulkan semua do'anya itu.
Sementara itu Iskan tidak ada perubahan sama sekali, hidupnya
tetap sederhana, tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang dulu dia
tempati bersama dengan Samir Namun karena Samir seringkali sibuk dengan
pekerjaannya sehingga tidak dapat mengikuti pengajian, dan Iskan sering
kali harus berjalan kaki untuk mengaji kerumah guru mereka.
Suatu saat Samir merenungkan dan membandingkan perjalanan
hidupnya dengan perjalanan hidup Iskan, dan dia teringat Iskan selalu
membaca selembar kertas apabila dia berdo'a menandakan Iskan tidak pernah
hafal bacaan untuk berdo'a. lalu datanglah ia kepada Iskan untuk menasihati
adiknya itu supaya selalu berdo'a kepada Allah dan berupaya untuk membersihkan hatinya, karena dia merasa adiknya masih berhati kotor sehingga
do'a-do'anya tiada dikabulkan oleh Allah azza wa jalla.
Iskan terenyuh dan merasa sangat bersyukur sekali mempunyai kakak
yang begitu menyayanginya, dan dia mengucapkan terima kasih kepada kakaknya
atas nasihat itu.
Suatu saat Iskan meninggal dunia, Samir merasa sedih karena
sampai meninggalnya adiknya itu tidak ada perubahan pada nasibnya sehingga dia
merasa yakin kalau adiknya itu meninggal dalam keadaan kotor hatinya sehubungan
do'anya tak pernah terkabul.
Samir membereskan rumah peninggalan orang tuanya sesuai dengan
amanah Iskan adiknya untuk dijadikan sebuah masjid. Tiba-tiba matanya tertuju pada
selembar kertas yang terlipat dalam sajadah yang biasa dipakai oleh Iskan adiknya
yang berisi tulisan do'a, diantaranya Al-fatehah, Shalawat, do'a untuk guru
mereka, do'a selamat dan ada kalimah di akhir do'anya:
"Yaa, Allah. tiada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Mu,
Ampunilah aku dan kakak -u, kabulkanlah segala do'a kakak ku, bersihkanlah hati
ku dan berikanlah kemuliaan hidup untuk kakakku didunia dan akhirat, "
Samir berlinang air mata dan haru biru memenuhi dadanya, tak
dinyana ternyata adiknya , Iskan tak pernah satukalipun berdo'a untuk memenuhi nafsu
duniawinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar