Memasuki bulan februari di Negara islam
terbesar (Indonesia) yang berpenduduk ± 220 juta jiwa, mayoritasnya menganut
agama islam ada suatu pemandangan yang menimbulkan tanda tanya besar bagi
setiap muslim.
Toko-toko swalayan menyediakan; bunga-
bunga berwarna merah, kartu-kartu ucapan selamat yang umumnya berlogo cheo pad
(dewa cinta dalam keyakinan romawi kuno), hotel-hotel dan restoran mewah
menyediakan paket valentine, siaran radio dan televisi disusun sedemikian rupa
untuk memeriahkan hari valentine yang jatuh pada tanggal 14 februari.
Apakah ini tradisi islam? Kalau tidak,
kenapa orang yang mengaku dirinya beragama islam ikut merayakannya? Lalu apa
solusinya sehingga umat mayoritas tidak mengekor kepada umat minoritas? Uraian
berikut mungkin dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.
Sejarah hari valentine:
Beberapa referensi menjelaskan bahwa hari
valentine adalah hari kasih sayang bangsa romawi yang menganut Animisme yang
dirayakan semenjak 17 abad yang silam, sebagai ungkapan kasih sayang dewa.
Peringatan ini berasal dari sebuah legenda
bahwa Romelius pendiri kota Roma disusui oleh seekor serigala sehingga ia
tumbuh menjadi orang yang berbadan kuat dan berakal cerdas.
Maka bangsa Romawi mengabadikan peristiwa
tersebut pada pertengahan bulan Februari dengan prosesi perayaan sebagai
berikut:
"Seekor anjing dan domba disembelih,
lalu dipilih dua orang perjaka yang berbadan tegap untuk dilumuri tubuhnya
dengan darah anjing dan domba. Setelah dilumuri darah anjing dan domba mereka
dimandikan dengan air susu. Lalu diarak keseluruh penjuru kota sambil memegang
cambuk yang terbuat dari kulit. Di sepanjang jalan para wanita romawi menyambut
hangat lesatan cambuk ke tubuhnya, karena diyakini berkhasiat menyembuhkan
penyakit dan mudah mendapat keturunan".
Hubungan Valentine dengan perayaan tersebut
adalah sebagai berikut:
Valentine adalah nama seorang penganut
Kristen yang dibunuh oleh Claudius pada tahun 296 M. melalui sebuah penyiksaan
karena dia pindah agama dari seorang penganut Animis Romawi menjadi seorang
Kristiani.
Setelah bangsa Romawi memeluk agama
Kristen mereka tidak membuang tradisi Animis tersebut tetapi menggantinya
dengan memperingati hari kematian Valentine sebagai tokoh penyebar cinta dan
damai dan prosesi peringatannya dimodifikasi menjadi:
"Mereka membuat sebuah perkumpulan
massa, lalu menulis nama-nama wanita yang telah memasuki umur nikah pada lembar
kertas, lalu digulung. Kemudian dipanggil seorang pemuda untuk mengambil satu
kertas dan membukanya. Nama wanita yang tertulis dikertas tersebut akan menjadi
pasangannya selama setahun, andai setelah satu tahun hidup bersama tanpa nikah
mereka merasa serasi mereka melanjutkannya dengan pernikahan. Andai tidak ada
keserasian maka pada hari valentine tahun mendatang mereka berpisah".
Perayaan ini ditentang oleh para tokoh
agama saat itu dan mereka mengeluarkan larangan memperingatinya karena dianggap
merusak akhlak para pemuda dan pemudi.
Tidak ada informasi yang jelas tentang
siapa yang menghidupkan kembali tradisi ini. Beberapa cerita mengungkapkan
bahwa di Inggris orang-orang memperingatinya sejak abad XV M.
Sikap seorang muslim terhadap hari
valentine:
1.
Dari asal-usulnya kita ketahui bahwa
perayaan hari valentine adalah suatu upacara suci orang-orang Romawi yang
Animis sebagai ungkapan cinta kepada dewa mereka.
2.
Kemudian umat kristen Romawi mengadopsi
tradisi ini dengan merayakan kematian Valentine sebagai lambang penebar cinta
dan damai, akan tetapi itu cuma slogan karena prosesi perayaannya tak lebih
dari kesempatan mencari pasangan haram untuk setahun kedepan bagaikan kucing
yang mencari pasangannya untuk musim kawin di bulan Februari. Dan ini
bertentangan dengan ajaran Kristen sehingga para pendeta melarangnya. Wahai umat
islam sadarlah! perayaan valentine adalah bid'ah dalam agama Kristen dan
dilarang untuk dirayakan pada awal masanya oleh para pendeta. Kenapa anda mau
menghidupkannya kembali? Sungguh para pendeta tersebut lebih berakal daripada
orang yang mengaku islam akan tetapi ikut merayakannya.
3.
Sebagain besar umat islam yang ikut
merayakan valentine dengan saling berkirim kartu ucapan valentine atau
menghadiahkan bunga mawar atau saling berkirim surat cinta atau ikut mengadakan
atau hanya sekedar menghadiri acaranya. Umumnya mereka mengajukan alasan
sebagai berikut:
a.
Para pemuda-pemudi beralasan bahwa mereka
hanya memanfaatkan kesempatan valentine untuk mencari pasangan hidup yang
setia.
b.
Para pria dan wanita yang sudah berumah
tangga beralasan bahwa hari valentine adalah kesempatan untuk melanggengkan
rumah tangga dengan saling mengungkapkan rasa cinta.
c.
Orang-orang yang memiliki teman sejawat,
sekantor, seprofesi yang beragama Kristen Untuk para pemuda dan pemudi islam
yang kehilangan jati diri! perayaan valentine bukanlah hari baik untuk
mencari jodoh, karena ia merupakan perayaan syirik, walaupun anda mendapatkan
pasangan setia saat itu di dunia sungguh dia bukan pasangan anda sejati,
apalagi nanti di akhirat (mungkin juga di dunia) anda dan dia akan saling
bermusuhan, karena pasangan yang sejati adalah pasangan yang bertakwa dan orang
–orang bertakwa tidak akan mau menghadiri perayaan syirik semacam itu.Untuk
Pasutri muslim yang lentera cintanya mulai redup! Memanfaatkan kesempatan
syirik hanya akan memadamkan lentera cinta anda yang mulai redup dan akan
menyulut api yang akan membakar rumahtangga anda. Untuk muslim dan
muslimat yang tidak kenal lawan dan kawan! Allah tidak melarang anda untuk
berteman dengan orang diluar islam, akan tetapi Allah melarang anda menaruh
rasa cinta terhadap mereka dan lebih parah lagi jika anda mengungkapkannya
dalam bentuk berkirim kartu atau hadiah di kesempatan syirik itu. Allah taala
berfirman:
4.
Realita banyaknya umat islam yang ikut
merayakan hari kasih- sayang ini sangat mengherankan padahal dalam agama islam
telah menjelaskan secara lengkap tentang cara memelihara dan menuai cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya, cinta kepada sesama muslim dan muslimat. Mereka
bagaikan 'Bani Israel' yang menukar makanan dari langit dengan ketimun, bawang
putih, kacang adas, dan bawang merah, sungguh barter yang sia-sia.
Hal itu hanyalah Adopsi kebudayaan yang jelas
bertentangan dengan agama Islam, dengan sikap sentimentalis berlebihan. Sentimentalitas
adalah salah satu cacat karakter yang paling umum pada orang-orang yang
mengadopsi cara hidup dan moralitas bertentangan dengan agama. Namun sentimentalitas
bukan karakter bawaan lahir seseorang yang tidak bisa diubah, sebagaimana
anggapan umumnya.
Kondisi spiritual adalah salah satu kondisi yang
diambil seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar. Mereka yang mengklaim
bahwa introversi, kesedihan, melankoli, dan sifat mudah marah, tidak bisa
dikendalikan dengan keinginan, akan mendapati, setelah renungan jujur, bahwa
pendapat mereka itu tidak mungkin dipertahankan. Sebagai contoh, jika seorang
melankoli ditawari uang banyak, atau sesuatu yang bernilai, dia mungkin segera
merasa sangat gembira, ini menjadi bukti nyata bahwa jika mau, dia dapat dengan
sangat mudah meninggalkan sikap putus asanya. Maka jelaslah bahwa sikap
sentimental seseorang hanya menunjukkan kurangnya pertimbangan bagi orang-orang
di sekitarnya, dan contoh khas seseorang yang menyakiti diri sendiri, seperti
yang dikatakan Al Quran:
“Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah
yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” (QS. Yunus, 10: 44)
Namun, orang-orang sentimental tidak bisa memahami
realitas, karena mereka terus-menerus berada dalam keadaan pikiran melankolik
dan tidak berdaya. Apa pun yang terjadi, mereka akan selalu menemukan alasan
untuk merasa sedih dan cemas. Sebenarnya, orang-orang ini menyakiti diri
sendiri. Kenyataan ini diungkap dalam Al Quran sebagai berikut:
“Dan apabila
Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan
rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan
kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka
itu berputus asa.” (QS. Ar-Ruum, 30: 36)
Bagi orang seperti ini agar dapat melepaskan diri
dari pikiran romantik, dan disembuhkan dari penyakit ini, dia harus waspada,
dengan kesadaran penuh, terhadap janji-janji palsu setan dan tipu dayanya. Dan
hanya keimanan seseorang yang memungkinkan hal ini.
Seorang beriman sejati akan mendapati bahwa
kelemahan romantisisme tidak pantas bagi dirinya. Dia akan berperilaku rasional,
membuat solusi atas masalahnya, dan menjadikan dirinya teladan bagi orang-orang
di sekitarnya. Lagipula, karena perilaku moral dan pembicaraannya yang baik,
secara alami dia merasa puas. Kecerahan dan cahaya yang memancar dari
perilakunya yang baik akan membuat orang-orang merasa gembira dan bahagia,
dalam keadaan paling sulit sekalipun. Perilaku demikian akan meneratas jalan
menuju kehidupan yang indah, damai dan mulia di dunia ini, serta kehidupan yang
penuh kebahagiaan dan kedamaian di akhirat kelak. Oleh karena itu, bagi orang
beriman, yang mempunyai perilaku dan keadaan pikiran diridhai Allah, tidak ada
alasan untuk bersedih dan cemas; tidak ada apa pun yang bisa menuntunnya ke
dalam pesimisme. Allah mengungkapkannya seperti ini:
“Dan Allah
menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada
disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita.” (QS. Az-Zumar,
39: 61)
Lagipula, bagi orang beriman, kegembiraan,
kebahagiaan, kedamaian, keamanan hanyalah refleksi dunia atas kondisi kehidupan
di surga. Kesenangan-kesenangan ini dimulai di dunia ini; dan ketika mereka
yang berharap kepada Allah akhirnya mendapatkan surga, mereka akan mendapati
bahwa kesenangan-kesenangan itu akan tetap abadi. Al Quran menggambarkan kedamaian
yang dinikmati oleh orang-orang beriman di kehidupan akhirat:
“Maka Tuhan
memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka
kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.” (QS. Al Insaan, 76: 11)
Dalam ayat lain, Allah mengemukakan perbedaan antara
orang beriman dan orang tidak beriman pada hari kiamat:
“Banyak muka
pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan banyak pula muka pada
hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah
orang-orang kafir lagi durhaka.” (QS. ‘Abasa, 80: 38-42)
Orang-orang tidak beriman, di akhirat, akan
berhadapan dengan kenyataan kehidupan neraka, yang diusahakannya di dunia ini
dengan menyerah pada godaan setan - suatu kehidupan yang abadi, tetapi dengan
intensitas jauh lebih besar. Di lain pihak, kebahagiaan orang-orang beriman
yang dinikmati di surga akan berlangsung abadi tanpa jeda.
“Di kala datang
hari itu, tidak ada seorangpun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka
di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun orang-orang
yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan
dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit
dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang
berbahagia, maka tempatnya di dalam surga mereka kekal di dalamnya selama ada
langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia
yang tiada putus-putusnya.” (QS. Huud, 11: 105-108)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar